Nusaelaknews.com | Ambon, Maluku – Klarifikasi yang disampaikan oleh Salman Al Parisi dan sejumlah pihak lainnya melalui konferensi pers pada Selasa (28/10/2025) terkait dugaan praktik pungutan liar (pungli) di kawasan Pasar Mardika, Ambon, dinilai tidak sejalan dengan fakta dan pengakuan yang ditemukan di lapangan.
Data dan fakta yang dihimpun menunjukkan adanya peristiwa penyerahan uang dari pedagang kepada seorang oknum bernama Rahmat, yang disebut-sebut memiliki kedekatan dengan Alfaris—pria kelahiran Ternate yang dikenal dekat dengan Gubernur Maluku.
Peristiwa ini bermula dari percekcokan antara Rahmat dan seorang pedagang bernama Din pada Kamis (23/10/2025) sekitar pukul 15.15 WIT di area luar Gedung Pasar Mardika.
Cekcok yang nyaris berujung adu fisik tersebut dipicu oleh perintah Rahmat kepada pedagang lain, Sartini, yang tidak diterima oleh Din.
Beberapa jam setelah kejadian itu, Sartini secara mengejutkan mengaku telah memberikan uang sebesar Rp1 juta kepada Rahmat. Pengakuan ini terekam jelas dalam sebuah rekaman berdurasi empat menit tujuh detik yang diperoleh media.
“Beta kasih satu juta ke Rahmat,” demikian penggalan pengakuan Ibu Sartini dalam rekaman tersebut.
Dalam rekaman yang sama, Sartini juga menyebut ada pihak lain berinisial TM yang sempat meminta uang sebesar Rp200 ribu, untuk pengamanan jualan di luar gedung, namun uang tersebut belum sempat diberikan.
“Bukan cuma Rahmat, ada juga yang minta dua ratus ribu waktu itu, tapi balom sampat kasi. Yang kasi hanya satu juta,” lanjutnya.
Para pedagang di kawasan tersebut mempertanyakan posisi Rahmat di Pasar Mardika. Apakah ia berstatus sebagai pedagang atau justru pengelola.
Menurut Wa Ica, salah satu pedagang, Rahmat sudah lama tidak berjualan dan kini lebih sering “mengontrol” aktivitas pedagang.
Kedekatan Rahmat dengan orang-orang di lingkar kekuasaan juga menjadi sorotan.
“Rahmat itu sering bilang dia bisa atur pasar karena dekat dengan ajudan gubernur. Itu semua orang di sini sudah tahu,” ujar Wa Ica.
Sumber terpercaya juga menyebut, Rahmat bersama beberapa orang lainnya sering mendatangi kediaman Alfaris. Pertemuan-pertemuan itu disinyalir membahas pembagian peran dalam pengelolaan sejumlah sektor di kawasan Pasar Mardika, mulai dari lapak, parkir, keamanan, hingga kebersihan.
Aktivis Koalisi Ambon Transparan, Ridho, menilai klarifikasi yang disampaikan melalui konferensi pers yang difasilitasi Alfaris bersifat tidak substantif dan mengabaikan fakta lapangan.
“Memang Alfaris mungkin tidak pernah memberi perintah langsung, tapi pengaruh nama besar dan kedekatannya dengan Gubernur bisa saja menjadi faktor yang mengarahkan. Itu hal yang sering terjadi,” kata Ridho.
Ridho juga menambahkan bahwa klarifikasi tersebut tidak sedikit pun menyinggung pengakuan pedagang mengenai setoran uang, maupun hubungan Rahmat dengan Alfaris, yang selama ini telah menjadi rahasia umum di kalangan pedagang Pasar Mardika.
Sebelumnya pihak Alfaris dan Rahmat menyampaikan hak jawab pada Jumat (31/10/2025) melalui dua kantor advokat berbeda.
Melalui Kantor Advokat & Konsultan Hukum Muhammad Ridwan Pene, S.H & Partner, Alfaris menegaskan bahwa dirinya tidak pernah memberi perintah atau instruksi kepada siapa pun untuk memungut uang dari pedagang Pasar Mardika.
Dalam surat bernomor 32/MRP/S.HJ/XI/2025, kuasa hukum menyebut klien mereka tidak memiliki hubungan kerja atau kepentingan pribadi dalam pengelolaan pasar, serta tidak pernah memanfaatkan jabatannya sebagai ajudan Gubernur Maluku untuk kepentingan pribadi.
Sementara itu, melalui Kantor Hukum Dendy Yuliyanto Law Office, Rahmat Marasabessy juga melayangkan surat hak jawab bernomor 01/DYLO/S.HJ/XI/2025. Dalam surat tersebut, Rahmat membantah tudingan telah menerima uang dari pedagang atas perintah ajudan Gubernur.
Ia menegaskan tidak pernah meminta atau menerima uang dari pedagang. Rahmat menjelaskan, dirinya justru membantu pedagang yang mengalami masalah dengan oknum lain agar dapat kembali berjualan di lokasi lama tanpa gangguan. (red)
















