Nusaelaknews.com | Piru, Maluku – Polemik terkait penghentian sementara aktivitas PT. SIM di Seram Bagian Barat (SBB) semakin meruncing.
Tokoh Pemuda SBB, Mozes Rutumalessy, meminta agar fakta di balik penghentian operasional perusahaan perkebunan tersebut diluruskan. Dirinya menegaskan, kebijakan tersebut bukan semata-mata dipicu oleh Bupati Asri Arman.
Dalam wawancara di Piru, Sabtu (1/11/2025), Mozes Rutumalessy menyoroti tuntutan massa aksi dari mantan pekerja PT. SIM dan masyarakat Desa Kawa, yang berdemo di Kantor Bupati pada Senin, 27 Oktober 2025 lalu.
Dalam aksi tersebut kata Rutumalessy, massa aksi menuntut agar Bupati SBB mencabut Surat Pemberhentian Sementara PT. SIM dari wilayah yang berkonflik dengan warga Dusun Pelita Jaya.
Meskipun Wakil Bupati telah menjanjikan pencabutan surat tersebut setelah berkonsultasi dengan Bupati Asri Arman, Mozes Rutumalessy menganggap massa aksi keliru dalam memahami kronologi penghentian operasional PT. SIM secara keseluruhan.
Massa aksi beranggapan bahwa Surat Pemberhentian Sementara yang dikeluarkan Bupati Asri Arman pada wilayah konflik, telah menyebabkan Manajemen PT. SIM menghentikan seluruh aktivitas operasional di semua lahan, yang berujung pada perumahan dan pemberhentian pekerja dari berbagai desa.
Namun, Mozes Rutumalessy mengungkapkan fakta berbeda. Ia menyebut bahwa penghentian sementara operasional lapangan dan tidak diperpanjangnya kontrak pekerja sudah mulai terjadi pada masa Pj. Bupati Jais Eli.
Menurut Mozes, Manajemen PT. SIM menggunakan dalih konflik lahan di wilayah yang diklaim Dusun Pelita Jaya sebagai penyebab utama, untuk menghentikan seluruh aktivitas operasionalnya.
“Hal ini harus diluruskan bahwa kebijakan tersebut bukan bentuk penghentian Investasi, melainkan upaya penegakan kepastian hukum, melindungi masyarakat dan menjaga kepastian iklim investasi yang berkelanjutan,” tegas Mozes.
Ia menjelaskan, Surat Pemberhentian Sementara yang dikeluarkan Pemerintah Daerah, khususnya Bupati, hanya berlaku pada wilayah/lahan yang berkonflik (sekitar 15 hektar), dan bukan pada keseluruhan luas lahan sesuai dengan Izin Lokasi dan PKKPR yang diterbitkan tahun 2021.
“Sebenarnya pihak PT. SIM tidak sejogyanya berlindung dengan menggunakan konflik lahan untuk menghentikan semua aktifitas operasionalnya, dan merumahkan para pekerjanya,” kritik Mozes.
Rutumalessy selanjutnya melontarkan tantangan kepada Manajemen PT. SIM terkait rencana pencabutan surat oleh Bupati SBB.
Dia menyebut, jika Bupati Asri Arman segera memenuhi tuntutan masa Aksi Demo dan mencabut Surat Pemberhentian Sementara Aktifitas Operasional PT. SIM pada wilayah/lahan yang berkonflik tersebut, apakah pihak PT. SIM dapat menjamin dalam waktu dekat untuk kembali beraktifitas di keseluruhan lahan dan kembali merekrut para pekerja.
Ia juga menanyakan jaminan dari PT. SIM mengenai status quo atas stabilitas keamanan dan ketertiban pada wilayah yang berkonflik.
Rutumalessy mendukung penuh langkah Pemkab SBB, untuk memfasilitasi penyelesaian masalah. Proses mediasi ini akan melibatkan BKPM, Kementerian ATR, Inspektorat Daerah, Pemda Provinsi Maluku, Forkopimda, Masyarakat, Pekerja, dan pihak Manajemen PT. SIM.
Tujuannya adalah untuk memastikan adanya Proposionalitas, Non Diskriminasi, Koordinatif serta Transparansi Publik dalam proses penyelesaian konflik.
“Sehingga hal ini diharapkan memberikan jaminan atas Keberlanjutan Investasi, Kepastian Hukum, Perlindungan Pekerja, serta Stabilitas Kamtibmas di daerah ini,” pungkasnya. (red)
















